Tuesday, May 11, 2021

Asesmen dan Planning Matrix

 


ASESMEN DAN PLANNING MATRIX

A. ASESMEN

1. Pengertian

Beberapa ahli mengemukakan pengertian asesmen seperti berikut ini: Lerner

(Mulyono, 2001) mengemukakan bahwa assesmen adalah suatu proses pengumpulan

informasi selengkap-lengkapnya mengenai individu yang akan digunakan untuk

membuat pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan individu tersebut.

Selanjutnya Aianscow (Munawir Yusuf , 2007) menjelaskan bahwa assesmen dilakukan

berkenaan dengan pemberian informasi kepada sejawat (teman guru), pencatatan

pekerjaan yang telah dilakukan oleh anak didik, pemberian bantuan pada guru untuk

merencanakan pembelajaran pada anak, pengenalan terhadap kekuatan dan

kekurangan pada anak dan pemberian informasi kepada pihak-pihak terkait (seperti

orang tua, psikolog, dan para ahli lain) yang membutuhkan informasi tersebut.

Sementara itu secara khusus. Sementara itu secara khusus Mcloughlin dan lewis

(Sunardi dan Sunaryo, 2007) menjelaskan bahwa asesmen pendidikan anak berkelainan

adalah proses pengumpulan informasi yang relevan dengan kepentingan anak, yang

dilakukan secara sistematis dalam rangka pembuatan keputusan pengajaran atau

layanan khusus.

Dengan demikian dapat dimaknai bahwa asesmen anak berkebutuhan khusus

adalah suatu proses pengumpulan informasi tentang anak secara menyeluruh yang

berkenaan dengan kondisi dan karakteristik kelainan, kelebihan dan kekurangan sebagai

dasar dalam penyusunan program pembelajaran dan program kebutuhan khusus yang

sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak.

Identifikasi dan asesmen merupakan tahapan atau rangkaian kegiatan dari suatu

proses pelayanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Identifikasi sering

disebut sebagai kegiatan penjaringan, sedangkan asesmen disebut penyaringan

(Direktorat PSLB, 2007). Kegiatan penjaringan biasanya belum tentu dilanjutkan ke

kegiatan penyaringan. Sementara itu, kegiatan penyaringan sudah tentu dilakukan

karena adanya kegiatan penjaringan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan identifikasi dapat

dilakukan oleh guru dan pihak lain yang dekat dengan anak, seperti orang tua dan

keluarganya, sedangkan asesmen biasanya perlu melibatkan tenaga profesional yang

ahli dalam bidangnya, seperti psikolog, sosiolog dan terapist.

2. Jenis asesmen dalam pendidikan khusus

a) Asesmen akademik

Asesmen akademik adalah suatu proses untuk mengetahui kondisi/kemampuan

peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) dalam bidang akademik. Bagi PDBK pada

jenjang preeschool, kemampuan akademik yang perlu digali terkait dengan

kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Sedangkan bagi PDBK pada jenjang

pendidikan dasar dan selanjutnya, kemampuan akademik yang perlu digali adalah

terkait dengan semua bidang studi/mata pelajaran yang diajarkan pada sekolah

tersebut.

b) Asesmen non-akademik (kekhususan)

Asesmen kekhususan dalam pendidikan khusus adalah suatu proses untuk mengetahui

kondisi PDBK yang berkaitan dengan jenis hambatan yang disandangnya secara

mendalam komprehensif dan akurat. (Akan dipelajari dalam materi ke 5 pada

pertemuan ke 6 tentang pengenalan program kebutuhan khusus).

c) Asesmen perkembangan

Asesmen non akademik/perkembangan ini adalah suatu proses untuk mengatahui

kondisi perkembangan PDBK yang terkait dengan kemampuan intelektual, emosi,

perilaku, komunikasi yang sangat bermanfaat dalam mempertimbangkan penggunaan

metode, strategi maupun pemilihan alat bantu yang tepat baik dalam penyusunan

perencanaan pembelajaran (akademik) maupun dalam penyusunan program

kebutuhan khusus.

3. Tujuan dan fungsi

Tujuan utama kegiatan asesmen adalah memperoleh informasi tentang kondisi anak, baik

yang berkaitan dengan kemapuan akademik, non akademik dan kekhususan secara

lengkap, akurat dan obyektif.

Sedangkan fungsi asesmen dalam kontek ini adalah untuk membantu guru dan terapis

dalam menyusun perencanaan pembelajaran dan program layanan kebutuhan khusus yang

tepat. Dalam hal ini hasil asesmen dapat difungsikan sebagai kondisi kemampuan awal

(baseline) anak sebelum diberikan layanan baik akademik maupun program kebutuhan

khusus.

4. Sasaran

Sejalan dengan tujuan dan fungsi asesmen seperti diuraikan di atas, maka sasaran asesmen

adalah semua peserta didik yang pada fase identifikasi telah ditetapkan sebagai peserta

didik berkebutuhan khusus.

5. Strategi

a) Menetapkan jenis asesmen yang akan dilakukan (akademik, non-akademik/kekhususan

atau perkembangan)

b) Memilih/mengembangkan instrumen asesmen yang tepat

c) Melakukan asesmen sesuai dengan panduan yang dipersyaratkan.

d) Melakukan tabulasi, klasifikasi dan analisis hasil asesmen.

e) Melakukan case conference terhadap temuan dan hasil analisis tersebut, untuk

menentukan baseline dan penetapan perencanaan pembelajaran/ program

pengembangan/interfensi yang akan dilakukan.

f) Mendokumentasikan semua data hasil asesmen dan kesepakatan hasil case

conference .

B. PLANNING MATRIX

1. Pengertian

Program layanan kebutuhan khusus didasarkan pada simpulan hasil asesmen secara

langsung. Hal ini tidak salah namun materi yang dipergunakan sebagai dasar

penyusunan program masih berupa potongan-potongan simpulan atas hasil asesmen

yang telah dilakukan. Quentin Iskov, Project Officer: Disabilities Department of

Education and Children’s Services (2012) menambahkan satu tahapan lagi sebelum

menyusun program intervensi, yaitu penyusunan planning matrix. Planning matrix

adalah mapping diskripsi tentang kondisi ABK secara individu yang menggambarkan

tentang kondisi actual hambatan karakteristiknya, dampak, strategi layanan dan media

yang diperlukan dalam intervensi. Deskripsi mapping karakteristik kebutuhan khusus

tersebut selanjutnya disusun skala prioritas yang menggambarkan urutan urgensi

masalah yang perlu segera ditangani. Oleh sebab itu dengan adanya planning matrix ini,

guru pendidikan khusus menjadi sangat terbantu, karena untuk menetapkan program

layanan kebutuhan khusus, tinggal menyusun program layanan kebutuhan khusus

tersebut sesuai dengan skala prioritas yang telah diperoleh. Pada awalnya planning

matrix ini dibuat untuk anak autis spectrum disorder, namun dalam perkembangannya,

ABK dengan hambatan lainnya juga menjadi sangat terbantu dengan plaanning matrix

ini. Jenis hambatan/kelainan pada ABK yang selanjutnya dapat dirumuskan.

2. Tujuan

a) Memetakan kondisi aktual akademik maupun kekhususan ABK

berdasarkan hasil asesmen yang telah dilakukan

b) Menganalisis dampak dari masing-masing aspek kondisi aktual ABK baik

akademik maupun kekhususannya.

c) Menganalisis strategi layanan yang tepat pada ABK sesuai dengan kondisi

dan kebutuhan khusus ABK baik akademik maupun kekhususannya.

3. Fungsi

a) Memudahkan guru/terapis dalam menetapkan kondisi awal aktual

(baseline) ABK baik aspek akademik maupun kekhususan.

b) Membantu guru/terapis dalam mempuan mapping kondisi ABK secara

komprehensif.

c) Memudahkan guru/terapis dalam menetapkan skala prioritas layanan

kekhususan yang harus segera dilakukan.

4. Prosedur pengembangan planning matrix

a) Mengkategorikan data hasil asesmen berdasarkan jenis hambatan/

kelaianan ABK.

b) Membuat tabel mapping ABK berdasarkan jenis hambatan/kelainannya

sesuai dengan temuan asesmen.

c) Menuangkan temuan kondisi aktual karakteristik ABK pada tabel mapping

yang telah dibuat.

d) Menganalisis dampak temuan kondisi aktual ABK dan dituang pada tabel

yang telah dibuat.

e) Menganalisis strategi layanan pada setiap temuan kondisi aktual ABK dan

dituangkan pada tabel yang telah dibuat.

f) Menganalisis skala prioritas layanan berdasarkan berat ringannnya

dampak yang telah dituangkan pada tabel tersebut.

sumber: gurubelajar.kemdikbud.co.id

Program Pembelajaran Individual bagi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK)


Hakikat Pembelajaran Individual

1. Pengertian PPI

Program Pembelajaran Individual dikenal dengan The Individualized Education Program (IEP) yang diprakarsai oleh SAMUEL GRIDLEY HOWE tahun 1971, yang merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK).

Bentuk pembelajaran ini sudah diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1992, yang merupakan satu rancangan pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) agar mereka mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhannya dengan lebih memfokuskan pada kemampuan dan kelemahan kompetensi peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK).

MERCER and MERCER (1989) mengemukakan bahwa “program pembelajaran individual menunjuk pada suatu program pembelajaran dimana peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) bekerja dengan tugas-tugas yang sesuai dengan kondisi dan motivasinya”.

Hal ini disebabkan karena perbedaan antara individu pada peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) sangat beragam, sehingga layanan pendidikannya lebih diarahkan pada layanan yang bersifat individual, walaupun demikian layanan yang bersifat klasikal dalam batas tertentu masih diperlukan.

Progrm Pembelajaran Individual harus merupakan program yang dinamis, artinya sensitif terhadap berbagai perubahan dan kemajuan peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK), yang diarahkan pada hasil akhir yaitu kemandirian yang sangat berguna bagi kehidupannya, mampu berperilaku sesuai dengan lingkungannya atau berperilaku adaptif.

Perlu dipahami, PPI merupakan fungsi mata rantai terpadu antara asesmen dan pengajaran; jadi pengembangan PPI tergantung pada pengumplan data asesmen. PPI memberi tekanan pada keterbatasan minimal, kesesuaian penempatan dan garis besar program pengajaran. Untuk itu PPI harus dievaluasi kemudian ditulis ulang dalam jangka waktu satu tahun, sepanjang layanan masih dibutuhkan.

2. Fungsi Program Pembelajaran Individual

1) Untuk memberi arah pengajaran; dengan mengetahui kekuatan, kelemahan dan minat peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) maka program yang diindividualisasikan terarah pada tujuan atas dasar kebutuhan dan sesuai dengan tahap kemampuannya saat ini.

2) Menjamin setiap peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) memiliki suatu progrm yang diindividualkan untuk mempertemukan kebutuhan khs mereka dan mengkomunikasikan program tersebut kepada orang-orang yang berkepentingan.

3) Meningkatkan keterampilan guru dalam melakukan asesmen tentang karakteristik kebutuhan belajar tiap peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) dan melakukan usaha mempertemukan dengan kebutuhan-kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK).

4) Meningkatkan potensi untuk komunikasi antar atau dengan anggota tim, khususnya keterlibatan orang tua, sehingga sering beretemu dan saling mendukung untuk keberhasilan peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) dalam pendidikan

5) Menjadi wahana bagi peningkatan usaha untuk memberikan pelayanan pendidikan yang lebih efektif.

3. Komponen Program Pembelajaran Individual.

Secara garis besar komponen Progrm Pembelajaran Individual meliputi :

1) Deskripsi tingkat kecakapan/kemampuan saat ini (performance levels): tingkat kemampuan/kecakapan yang diketahui setelah dilakukan asesmen, sehingga guru kelas dapat mengetahui kekuatan, kelemahan dan kebutuhan pembelajaran peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) yang bersangkutan. Informasi ini umumnya berkaitan dengan kemampuan akademik, pola perilaku khusus, keterampiln menolong diri, bakat voksional, dan kemampuan berkomunikasi

2) Sasaran program tahunan/tujuan pengajaran tahunan ( longrange or annual goals) Komponen ini merupakan kunci komponen pembelajaran karena dapat memperkirakan program jangka panjang selama kegiatan sekolah dan dapat dipecah-pecah menjadi beberapa sasaran. Kerjasama antara guru dan orangtua perlu dilakukan sehingga tujuan pembelajaran lebih realis.

Merumuskan tujuan PPI hrus memperhatikan empat kriteria yaitu:

a.. dapat diukur -> pernyataan harus menggunakan kata kerja opersional (menyebutkan ,menjelaskan, mendefinisikan,mengidentifikasi, menulis dll) dan tidak menimbulkan penafsiran ganda (memahami, mengetahui, mengerti )

b. positif -> tujuan itu harus membawa perubahan ke arah positif (mis. “peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) dpat merespon waktu dengan tepat” bukan “peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) dapat bertahan menutup mulut”

c. orientasi pada peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) > merumuskan apa yang dipelajari bukan apa yang peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) pikirkan (mis: siswa dapat menanggapi secara lisan pertanyaan dengan dua-tiga prase)

d. relevan -> sesuai dengan kebutuhan individu.

3) Sasaran belajar jangka pendek (shortterm objectives)

Sasaran belajar jangka pendek/tujuan jangka pendek harus dikonsep dan dikembangkan melalui analisa tugas, dipakai sebagai acuan dalam proses pembelajaran guna mencapai kemampuan yang lebih spesifik.

Sasaran belajar ini harus dapat diamati, dapat diukur, berpusat pada peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK), positif dan hendaknya mencerminkan pengajaran antara tingkat kecakapan dan tujuan akhir. Tujuan khusus mempunyai beberapa komponen yaitu ABCD (Audience – Behavior – Condition – Degree); mis:

 Jika ditunjukkan empat warna (condition) Budi (audience) dapat menyebutkan nama-nama warna tsb (behavior) 100% benar (degree).

 Anak diberi empat macam uang logam bernilai Rp.25,- , Rp.50,- . Rp.100,-dan Rp.500,-; dapat menentukan nilai tiap mata uang logam tsb dengan ketepatan seratus persen.

4) Diskripsi pelayanan(Description of services) , meliputi :* guru yang mengajar, * isi program pengajaran dan kegiatan pembelajaran, * alat yang dipergunakan.

5) Tanggal pelayanan (Dates of service) -> dlam Program Pembelajaran Individual harus terdapat tanggal kapan pengajaran mulai dilaksanakan dan antisipasi lamanya pelayanan.

6) Penilaian (Evaluation) ->terbagi dalam dua bagian yaitu:

a. Penilaian untuk menentukan tingkat kecakapan peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) saat ini, menjelaskan kekuatan dan kelemahan peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) (assesment)

b. Menilai keberhasilan peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) dalam mencapai tujuan jangka pendek yang telah ditetapkan.

Prosedur penilaian dapat dilakukan dengan lisan, tulisan atau perbuatan.

Metodenya dapat melalui tes atau observasi.

sumber: gurubelajar.kemdikbud.co.id

Akomodasi Kurikulum di sekolah inklusif


1. Akomodasi Kurikulum

 

Bagaimana cara melakukan akomodasi kurikulum di sekolah inklusif? Akomodasi kurikulum yang dapat dilakukan bagi PDBK yang mengikuti pendidikan di sekolah inklusif adalah melalui modifikasi dan adaptasi kurilkulum.

a. Model Modifikasi

 

Modifikasi berarti merubah atau menyesuaikan satu atau beberapa komponen kurikulum dengan menggunakan standar isi (KI-KD) standar kurikulum nasional. Dalam kaitan dengan model kurikulum untuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus, maka model modifikasi berarti cara pengembangan kurikulum, dimana kurikulum umum yang diberlakukan bagi siswa-siswa reguler dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan siswa berkebutuhan pendidikan khusus.

 

Dengan demikian, siswa berkebutuhan pendidikan khusus menjalani kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan mereka. Modifikasi dapat diberlakukan pada empat komponen utama, yaitu tujuan, materi, proses, dan evaluasi.

1) Modifikasi Tujuan

 

Modifikasi tujuan berarti tujuan-tujuan pembelajaran yang ada dalam kurikulum umum dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi siswa berkebutuhan pendidikan khusus. Sebagai konsekuensi dari modifikasi tujuan siswa berkebutuhan pendidikan khusus, maka akan memiliki rumusan kompetensi sendiri yang berbeda dengan siswa-siswa reguler, baik berkaitan dengan standar kompetensi lulusan (SKL), kompetensi inti (SI, kompetensi dasar (KD) maupun indikatornya.

 

2) Modifikasi Materi

 

Modifikasi ini berarti materi-materi pelajaran yang diberlakukan untuk siswa reguler dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan siswa berkebutuhan pendidikan khusus. Dengan demikian, siswa berkebutuhan pendidikan khusus mendapatkan sajian materi yang sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuannya. Modifikasi materi bisa berkaitan dengan keleluasan, kedalaman dan kesulitannya berbeda (lebih rendah) daripada materi yang diberikan kepada siswa reguler.

3) Modifikasi Proses

 

Modifikasi proses berarti ada perbedaan dalam kegiatan pembelajaran yang dijalani oleh siswa berkebutuhan pendidikan khusus dengan yang dialami oleh siswa


pada umumnya. Metode atau strategi pembelajaran umum yang diberlakukan untuk siswa-siswa reguler tidak diterapkan untuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus. Jadi, mereka memperoleh strategi pembelajaran khusus yang sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuannya. Modifikasi proses atau kegiatan pembelajaran bisa berkaitan dengan penggunaan metode mengajar, lingkungan/setting belajar, waktu belajar, media belajar serta sumber belajar.

 

4) Modifikasi Evaluasi

 

Modifikasi evaluasi, berarti ada perubahan dalam sistem penilaian hasil belajar yang disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan siswa berkebutuhan pendidikan khusus. Dengan kata lain siswa berkebutuhan pendidikan khusus menjalani sistem evaluasi yang berbeda dengan siswa-siswa lainnya. Perubahan tersebut bisa berkaitan dengan perubahan dalam soal-soal ujian, perubahan dalam waktu evaluasi, teknik/cara evaluasi, atau tempat evaluasi. Termasuk juga bagian dari modifikasi evaluasi adalah perubahan dalam kriteria kelulusan, sistem kenaikan kelas, bentuk rapor, ijasah,Dll.

 

 

b. Model Adaptasi

 

Adaptasi kurikulum bagi PDBK di sekolah inklusif meruapakan suatu keharusan. Mengingat bervariasnya kemampuan dan hambatan yang dimiliki oleh PDBK. Adaptasi kurikulum dilakukan dengan melakukan penyesuaian pada salah satu atau beberapa komponen kurikulum dan memungkinkan melakukan penyesuaian (menaikkan atau menurunkan) standar isi (KI dan KD).

 

Dalam artikel Toto Yulianto, (2012 : ..), berdasarkan grand design pendidikan inklusif nasional yang telah disepakati di Palembang tanggal 27-30 November 2007 bahwa yang menjadi substansi implementasi pendidikan inklusif adalah adaptasi. Adapun adaptasi itu meliputi kurikulum, pembelajaran, media dan alat pembelajaran, bahan ajar, penilaian serta pelaporan hasil belajar.

 

Untuk melakukan adaptasi kurikulum perlu mempertimbangkan:

 

1)  PDBK dengan kecerdasan rata-rata dapat menggunakan kurikulum reguler.

 

2)  PDBK dengan kecerdasan di atas rata-rata (amat cerdas/ IQ ≥ 125) dapat diikutkan program akselerasi.

 

3)  PDBK dengan kecerdasan di bawah rata-rata (IQ ≤ 90) dapat menggunakan mengadaptasi kurikum reguler sesuai dengan karakteristik PDBK ABK.


4)   Jenis PDBK tertentu memerlukan program kurikulum plus yaitu program kurikulum tambahan yang bersifat rehabilitatif-kompensatif dan tidak ada di sekolah reguler.

 

5)  PDBK yang tidak mampu mengikuti alternatif a), b), c) di atas dapat digunakan program pembelajaran individual (PPI) dimana kurikulum disusun atas dasar karakteristik PDBK secara individual. Adapun pola yang dapat diterapkan sebagai berikut:

 

·     Membuang sebagian standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dianggap kurang penting bagi kehidupan anak.

 

·     Membuang sebagian kompetensi dasar.

 

·     Menggunakan bagian awal dan membuang di bagian akhir baik pokok bahasan dan atau sub pokok bahasan.

 

·     Membuang bagian awal dan menggunakan di bagian akhir baik pokok bahasan dan atau sub pokok bahasan.

 

 

Pengembangan kurikulum model adaptasi dapat dikembangkan dengan cara:

 

(1) duplikasi; (2) subtitusi, dan (3) model omisi.

 

 

(1) Model Duplikasi

 

Duplikasi artinya salinan yang serupa benar dengan aslinya. Menyalin berarti membuat sesuatu menjadi sama atau serupa. Dalam kaitannya dengan model kuriukulum, duplikasi berarti mengembangkan dan atau memberlakukan kurikulum untuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus secara sama atau serupa dengan kurikulum yang digunakan untuk siswa pada umumnya (reguler). Jadi model duplikasi adalah cara dalam pengembangan kurikulum, dimana siswa-siswa berkebutuhan pendidikan khusus menggunakan kurikulum yang sama seperti yang dipakai oleh anak-anak pada umumnya. Model duplikasi dapat diterapkan pada empat kmponen utama kurikulum, yaitu tujuan, isi, proses dan evaluasi.

(a) Duplikasi Tujuan

 

Duplikasi tujuan berarti tujuan-tujuan pembelajaran yang diberlakukan kepada anak-anak pada umumnya/reguler juga diberlakukan kepada siswa berkebutuhan pendidikan khusus. Dengan demikian standar komptensi lulusan (SKL) yang diberlakukan untuk siswa reguler juga diberlakukan untuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus, Demikian juga Kompetensi inti (KI), kompetensi dasar (KD) dan juga indikator keberhasilannya


(b) Duplikasi Isi atau materi

 

Duplikasi isi/materi berarti materi-materi pembelajaran yang diberlakukan kepada siswa pada umumnya/reguler juga diberlakukan sama kepada siswa-siswa berkebutuhan pendidikan khusus. Siswa berkebutuhan pendidikan khusus memperoleh informasi, konsep, teori, materi, pokok bahasan atau sub-sub pokok bahasan yang sama seperti yang disajikan kepada siswa-siswa pada umumnya/ reguler.

 

(c) Duplikasi proses

 

Duplikasi proses berarti siswa berkebutuhan pendidikan khusus menjalani kegiatan atau pengalaman belajar mengajar yang sama seperti yang diberlakukan kepada siswa-siswa pada umumnya/reguler. Duplikasi proses bisa berarti kesamaan dalam metode mengajar, lingkung -an/setting belajar, waktu belajar penggunaan media belajar dan atau sumber belajar.

(d) Duplikasi Evaluasi

 

Duplikasi evaluasi berarti siswa berkebutuhan pendidikan khusus menjalani evaluasi atau penilaian yang sama seperti yang diberlakukan kepada siswa-siswa pada umumnya/reguler. Duplikasi evaluasi bisa berarti kesamaan dalam soal-soal ujian, kesamaan dalam waktu evaluasi, teknik/cara evaluasi, atau kesamaan dalam tempat atau lingkungan dimana evaluasi dilaksanakan.

 

(2) Subtitusi

 

Subtitusi berarti mengganti. Dalam kaitannya dengan model kurikulum, maka substansi berarti mengganti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum dengan sesuatu yang lain. Penggantian dilakukan karena hal tersebut tidak mungkin dilakukan oleh siswa berkebutuhan pendidikan khusus, tetapi masih bisa diganti dengan hal lain yang sebobot dengan yang digantikan. Model substansi bisa terjadi dalam hal tujuan pembelajaran, materi, proses maupun evaluasi.

 

(3) Model Omisi

 

Omisi berarti menghapus/menghilangkan. Dalam kaitan dengan model kurikulum, omisi berarti upaya untuk menghapus/menghilangkan sesuatu, baik sebagian atau keseluruhan dari kurikulum umum, karena hal tersebut tidak mungkin diberikaan kepada siswa berkebutuhan pendidikan khusus.

 

Dengan kata lain, omisi berarti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum tetapi tidak disampaikan atau tidak diberikan kepada siswa berkebutuhan pendidikan khusus, karena sifatnya terlalu sulit atau mampu dilakukan oleh siswa berkebutuhan pendidikan khusus. Bedanya dengan substitusi adalah jika dalam substitusi ada


materi pengganti yang sebobot, sedangkan dalam model omisi tidak ada materi pengganti.

 

 

1) Adaptasi Pembelajaran

 

Variabel penting dalam pembelajaran, adalah: a) kondisi pembelajaran, b) metode pembelajaran, dan c) hasil pembelajaran.

 

Kondisi pembelajaran berkaitan dengan tujuan pembelajaran, karakteristik mata pelajaran, kendala, dan karakteristik peserta didik. Adaptasi yang dapat dilakuan adalah sebagai berikut:

 

a)  Mengambil standar kompetensi dan kompetensi dasar yang sama dengan kurikulum baku (reguler maupun SLB) namun menurunkan indikator (mengambil sebagian indikator).

 

b)  Mengambil standar kompetensi yang sama dengan kurikulum reguler dan merumuskan sendiri standar kompetensinya.

 

 

2) Adaptasi materi pelajaran

 

Tidak semua mata pelajaran dan atau materi pelajaran membutuhkan adaptasi. Hanya mata pelajaran dan atau meteri pelajaran yang menimbulkan kesulitan sebagai akibat langsung dari kelainannya yang membutuhkan adaptasi. Sebagai contoh dapat disajikan hal-hal sebagai berikut :

 

Anak tunanetra memiliki keterbatasan dalam persepsi visual, sehingga pelajaran menggambar dapat diadaptasi dengan pelajaran ekpresi lain berkaitan dengan nilai seni. Kemudian materi pelajaran yang banyak membutuhkan fungsi visual diadaptasi dengan pemanfaatan indra pendengaran, taktual, penciuman serta indra lain non visual. Kebanyakan tunanetra kesulitan dalam pembentukan konsep global, mereka memulai pengertian dengan diawali pembentukan konsep detail per detail baru kemudian global.

 

Anak tunarungu/wicara memiliki keterbatasan dalam persepsi bunyi dan irama, dengan aktivitas bina wicara mereka masih mampu berbicara secara terbatas sekalipun mereka tidak dapat mendengar terhadap apa yang mereka sendiri ungkapkan. Materi pelajaran sebaiknya disajikan dalam bentuk gambar-gambar, terutama dalam pembentukan konsep yang berurutan. Hindarkan kata-kata yang belum dikenal anak, kecuali kata yang sukar tersebut sebagai upaya untuk menambah kekayaan bahasa mereka. Pertanyaan/ soal hendaknya ringkas/ pendek tetapi cukup representatif.


Anak tunagrahita, kesulitan yang amat menonjol adalah fungsi kognisi dan bahkan bila tingkat ketunagrahitaannya berat juga fungsi aspek lain mengalami kelainan. Sebagai contoh bila anak itu mengalami lamban belajar bila dibanding dengan teman rata-rata lain dapat hal-hal sebagai berikut:

 

·     Materi disajikan dalam bobot yang berbeda dengan teman rata-rata lain. Sekalipun dalam satu tujuan pembelajaran yang sama atau dengan kata lain penyederhanaan materi pelajaran sehingga sesuai dengan tingkat kemampuan anak.

 

·     Materi disajikan dengan pendekatan konseptual, maksudnya sebelum anak dituntut untuk menguasai pengertian secara abstrak harus didahului dengan penanaman konsep secara kongkrit dan berulang-ulang.

 

·     Adaptasi   materi   pelajaran   hanya   dilakukan  terhadap   materi-materi   yang menimbulkan kesulitan anak.

 

Bila dalam kelas terdapat peserta didik gifted, maka materi pembelajaran harus dikembangkan/diperkaya secara horisontal dengan bobot yang lebih sulit. Percepatan (akselerasi) penyajian materi secara vertikal dimungkinkan dengan menaikkan kelas yang lebih tinggi yang tidak perlu menunggu pada akhir tahun pelajaran. Pendidik dalam pembelajaran terhadap anak ini hanya bertindak sebagai fasilitator. Perlu diperhatikan bahwa usia sosial dan emosinya sebenarnya masih sama dengan perkembangan emosi dan sosial anak rata-rata, dan hanya perkembangan kognisinya yang lebih cepat bila dibanding dengan anak seusianya.

 

Anak dengan variabel ketunaan yang lain misalnya tunadaksa dengan kondisi tanpa kaki/ polio pada kedua kaki tentu tidak dibutuhkan adaptasi materi pelajaran.

 

Untuk menghadapi berbagai kendala perlu adaptasi media, alat dan bahan ajar.Telah banyak diciptakan alat-alat dari hasil adaptasi yang khusus dipergunakan untuk anak dengan kebutuhan khusus. Adaptasi tersebut telah dirasakan manfaatnya oleh mereka yang menggunakan. Komputer untuk tunanetra yang dilengkapi dengan screen reader (komputer bicara), kalkulator bicara, mount botten, laser can untuk membantu tunanetra berjalan dll. Alat bantu dengar untuk anak tunarungu/wicara.

 

Adaptasi sarana/ alat pelajaran/ alat peraga dalam hal ini adalah adaptasi yang setiap saat dapat melakukan pendidik dalam pembelajaran di kelas. Melalui adaptasi tersebut anak dengan kebutuhan khusus dapat melakukan/merasakan/ mengamati seperti apa yang dilakukan oleh anak-anak lain. Di bawah ini beberapa


contoh yang mungkin dapat diterapkan dalam pembelajaran untuk adaptasi bahan ajar:

 

·     Untuk peserta didik tunanetra dapat bahan ajar diadaptasi dengan buku braille, buku bicara, buku digital, dll.

 

·     Untuk peserta didik tunarungu dapat disertai gambar/ visualisasi yang dapat mewakili narasi/ teks.

 

·     Dalam mempelajari bangun geometri anak tunanetra harus mempelajari benda asli/ model/ setidaknya gambar timbul, sehinga anak tunanetra dapat meraba, begitu pula mempelajari peta suatu wilyah juga harus berupa peta timbul.Anak lamban belajar menulis harus dilihat kasus demi kasus. Mungkin tulisannya jelek, tidak dapat membedakan antara huruf-huruf tertentu, menulisnya lamban.

 

·     Anak autis perlu meja khusus yaitu meja yang tidak menjadikan anak banyak bergerak.

 

·     Anak polio (kursi roda) diperlukan kursi dan meja yang dapat dijangkau (diturunkan) dan ruang yang cukup untuk menempatkan kursi roda.

 

·     Penempatan sarana dan alat/ buku-buku mudah dijangkau untuk semua anak. Berikut ini contoh silabus yang telah mengalami akomodasi kurikulum.






Berdasarkan uraian di atas, memunculkan pertanyaan sebagai berikut; Apakah tujuan pembelajaran yang akan diberlakukan bagi PDBK sama dengan peserta didik lainnya?

 

 

Dari pertanyaan di atas maka jawaban yang dapat dikemukakan adalah:

 

Ada kemungkinan bahwa tujuan pembelajaran disamakan (duplikasi), tetapi materinya harus dimodifikasikan. Kemungkinan lain adalah bahwa tujuan pembelajaran perlu dimodifikasi, materi juga perlu dimodifikasi, tetapi prosesnya disamakan.

 

1)  Ada kemungkinan bahwa baik tujuan pembelajaran, materi, proses dan juga evaluasinya harus dimodifikasi.

 

2)  Modifikasi atau tidaknya suatu komponen sangat tergantung kepada kondisi, sifat atau kadar dari komponen tersebut serta tingkat hambatan yang dialami siswa berkebutuhan pendidikan khusus.

 

3)  Semakin berat tujuan atau materi pembelajaran yang ada, semakin perlu untuk dimodifikasikan, dan semakin berat hambatan intelektual siswa, juga semakin perlu dilakukan modifikasi.

 

 

Kurikulum untuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus pada dasar bervariasi sesuai dengan jenis hambatan yang dialami oleh siswa yang berssangkutan. Setiap jenis hambatan (kelainan) membutuhkan model kurikulum yang berbeda. Namun demikian, kategorisasi kurikulum bagi siswa berkebutuhan pendidikan khusus dalam setting inklusif dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yakni:

 

1)  Kurikulum bagi PDBK yang tidak mengalami hambatan kecerdasan.

 

2)  Kurikulum bagi PDBK yang mengalami hambatan kecerdasan.

 

 

1) Kurikulum bagi PDBK yang tidak mengalami hambatan kecerdasan.

 

Peserta didik berkebutuhan khusus yang tidak mengalami hambatan kecerdasan, seperti anak tunanetra, tunarungu, tunadaksa, dll. membutuhkan sedikit modifikasi dalam pembelajaran. Tujuan dan materi pembelajaran umumnya tidak mengalami perubahan, demikian dengan evaluasinya. Mereka biasanya lebih banyak membutuhkan modifikasi dalam proses pembelajaran yakni berkaitan dengan cara dan media dalam penyajian informasi. Kecenderungan model kurikulum untuk mereka dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:

2) Kurikulum bagi PDBK yang mengalami hambatan kecerdasan

Peserta didik berkebutuhan pendidikan khusus yang mengalami hambatan kecerdasan seperti anak tunagrahita dan anak yang mengalami kelainan lain yang disertai dengan hambatan kecerdasan, biasanya membutuhkan modifikasi hampir pada semua komponen pembelajaran.

Tujuan pembelajaran harus dimodifikasi, sama halnya dengan materi, proses dan pelaksanaan evaluasinya. Kecenderungan model kurikulum untuk PDBK yang mengalami hambatan kecerdsan dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut:

Berikut ini contoh matrik modifikasi indikator, kompetensi dasar dan materi yang dapat dilakukan untuk modifikasi kurikulum PDBK di sekolah inklusif.








Dari seluruh penjabaran di atas bahwa PDBK adalah mereka yang mengalami hambatan dalam dirinya. Hambatan yang mereka miliki sangat bervariasi. Perkembangan pemahaman tentang pendidikan, membawa mereka untuk dapat menikmati pendidikan di sekolah regular yakni berada bersama anak-anak regular yang kita sebut sekolah inklusif. Sekolah inklusif semkain banyak ditemukan di beberapa daerah di Indonesia. Kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif pada dasarnya menggunakan kurikulum reguler yang berlaku di sekolah umum. Namun demikian karena ragam hambatan yang dialami peserta didik berkebutuhan khusus sangat bervariasi, mulai dari yang sifatnya ringan, sedang sampai yang berat, maka dalam implementasinya, kurikulum
reguler perlu dilakukan modifikasi (penyelarasan) sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Modifikasi (penyelarasan) kurikulum dilakukan oleh tim pengembang kurikulum di sekolah. Tim pengembang kurikulum sekolah terdiri dari: kepala sekolah, guru kelas, guru mata pelajaran, guru pendidikan khusus, konselor, psikolog, dan ahli lain yang terkait.

sumber: gurubelajar.kemdikbud.co.id

Wednesday, February 17, 2021

Kegiatan Ekonomi


Pengertian Kegiatan Ekonomi

Kegiatan ekonomi adalah suatu aktivitas yang dilakukan individu ataupun kelompok untuk memperoleh barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Caranya dengan saling bertukar barang (barter) atau dengan menukarnya dengan mata uang. 

Kegiatan ekonomi adalah usaha yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Kegiatan ekonomi ini ada di setiap tingkatan masyarakat. Salah satu tujuan utama kegiatan ekonomi adalah menghasilkan barang dan jasa agar memenuhi kebutuhan.

Kegiatan ekonomi manusia pada jaman dulu adalah barter atau saling mempertukarkan barang. Nelayan menukar ikan hasil tangkapannya dengan beras dengan petani.

Nelayan tentu tidak bisa menanam padi di pantai. Begitu juga petani yang berada di pegunungan, tidak bisa setiap hari menangkap ikan di laut.

Jadi pertukaran ikan dan beras membuat petani dan nelayan mendapatkan barang yang diinginkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Membawa barang untuk saing dipertukarkan, tentu merepotkan. Hingga akhirnya disepakati penggunaan mata uang untuk transaksi penukaran. Tempat saling bertemu pun, menjadi pasar.

Kini, di era modern transaksi dilakukan menggunakan mata uang digital. Tanpa mengeluarkan uang logam atau kertas, untuk mendapatkan barang dan jasa bisa dilakukan dengan transaksi elektronik.

Kegiatan ekonomi ini dibagi mejadi tiga jenis, yaitu kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi. Ketiga jenis kegiatan ekonomi tersebut memiliki sifat saling berhubungan atau berkaitan. Jika ada salah satu kegiatan yang bermasalah, maka akan berpengaruh terhadap kegiatan lainnya.


Kegiatan Produksi

Produksi adalah segala kegiatan yang menghasilkan barang dan atau jasa serta menambah nilai guna suatu barang dan jasa.

Kegiatan produksi merupakan proses pembuatan atau proses mengeluarkan hasil tertentu.

Kegiatan produksi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan atau menambah nilai guna dari suatu barang atau jasa dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

Pihak yang melakukan proses produksi disebut produsen.

Aktivitas produksi bisa dilakukan dengan mengolah barang mentah ataupun setengah jadi.

Ciri-ciri kegiatan produksi antara lain adanya proses pembuatan, menghasilkan barang atau jasa, dan bisa meningkatkan nilai guna barang atau jasa.

Petani menanam padi, merawat tanamannya dengan memberi pupuk, memanen padi. Kemudian mengolah gabah menjadi beras adalah kegiatan produksi. Pengrajin meja dan kursi, mengolah kayu menjadi kusi sekolah juga merupakan produksi.

Kegiatan produksi tidak hanya memproduksi barang saja. Tetapi juga jasa. Guru, penerjemah, dosen, jaksa adalah contoh kegiatan produksi jasa. Orang yang melakukan kegiatan produksi disebut produsen.

Contoh Kegiatan Produksi

Pengelolaan pertanian dan perkebunan untuk menghasilkan bahan makanan

Mengolah kayu menjadi lemari

Menjahit kain menjadi pakaian

Pembuatan peralatan elektronik


Kegiatan Distribusi

Kegiatan distribusi merupakan proses menyalurkan barang hasil produksi pada masyarakat (konsumen).

Kegiatan distribusi ini bertujuan agar barang bisa tersalurkan atau sampai pada masyarakat yang membutuhkannya.

Pihak yang melakukan kegiatan distribusi disebut distributor.

Jika kegiatan distribusi lancar, maka hal ini akan menguntungkan produsen dan konsumen. Karena berarti penjualan dari produsen lancar dan kebutuhan konsumen terpenuhi.

Ciri-ciri kegiatan distribusi antara lain menyalurkan barang hasil produksi, menggunakan alat transportasi untuk menyalurkan barang, dan melibatkan banyak pihak baik produsen maupun konsumen.

Barang dan jasa yang diproduksi harus dihantarkan ke pasar atau ke pada penggunanya. beras hasil olahan petani di pedesaan, harus dibawa ke kota untuk dimasak penduduk kota. Demikian juga udan hasil tangkapan nelayan, tentunya harus dihantarkan ke pasar.

Kegiatan menyalurkan barang hasil produksi ini disebut kegiatan distribusi. Orang, kelompok, atau lembaga yang melakukan distribusi disebut distributor. Kegiatan distribusi juga termasuk mengelola gudang sementara tempat baran dari produsen sebelum dihantarkan ke penggunanya.

Contoh Kegiatan Distribusi

Agen menjual majalah dan koran

Pedagang grosir di pasar menjual barang dalam jumlah besar

Pedagang eceran di warung menjual barang dalam jumlah kecil

Kurir mengantar barang dari produsen ke rumah pembeli


Kegiatan Konsumsi

Kegiatan konsumsi adalah kegiatan menggunakan hasil produksi.

Konsumsi merupakan kegiatan untuk mengurangi suatu nilai guna barang atau jasa. Contohnya, beras hasi produksi petani dibeli oleh sebuah keluarga sebanyak 10 kilogram dan diolah menjadi nasi. Hasil produksi berkurang melalui konsumsi dari keluarga tersebut.

Pelaku berupa orang, kelompok atau lembaga yang melakukan kegiatan konsumsi disebut sebagai konsumen. Konsumen, meliputi rumah tangga, pemerintah dan perusahaan industri.

Tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi disebut pasar.

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat melakukan kegiatan konsumsi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Ciri-ciri kegiatan konsumsi antara lain bertujuan untuk memenuhi kebutuhan, barang yang digunakan adalah barang konsumsi, barang yang digunakan bisa habis atau berkurang.

Contoh Kegiatan Konsumsi

Membeli bahan makanan dan air

Menggunakan listrik untuk kebutuhan rumah tangga

Menggunakan jasa transportasi saat bepergian

Membeli buku pelajaran sekolah

Sumber:

https://hot.liputan6.com/read/4415783/kegiatan-ekonomi-adalah-upaya-memenuhi-kebutuhan-kenali-jenisnya#:~:text=Kegiatan%20ekonomi%20adalah%20usaha%20yang,dan%20jasa%20agar%20memenuhi%20kebutuhan.

https://indomaritim.id/3-kegiatan-ekonomi-penjelasan-produksi-distribusi-dan-konsumsi/

https://bobo.grid.id/read/082552238/pengertian-produksi-distribusi-dan-konsumsi-dalam-kegiatan-ekonomi-beserta-contohnya?page=all

Jenis dan Sifat Bahan Tekstil

Bahan tekstil memiliki keanekaragaman jenis dan bahan dasar yang berasal dari alam. Bahan dasar tekstil akan mempengaruhi sifat dari bahan tekstil yang telah diproduksi.

Jenis Serat
Pada dasarnya serat tekstil berasal dari tiga unsur utama, yaitu serat yang berasal dari alam (tumbuh-tumbuhan dan hewan), serat buatan (sintetis) dan galian (asbes, logam).
Serat alam yang berasal dari tumbuh-tumbuhan antara lain: kapas, lenan, rayon, nenas, pisang. Serat alam yang berasal dari hewan yakni: dari bulu beri-beri, adapun bahan yang berasal dari serat tersebut adalah bahan wol. Sedangkan serat dari ulat sutra menghasilkan bahan tekstil sutra.

Serat buatan (termoplastik)  merupakan bahan tekstil yang berasal dari serat buatan ini adalah berupa Dacron, polyester, nylon.

Serat galian adalah bahan yang berasal dari dalam tanah, contoh asbes dan logam, benang logam, bahan asbes banyak digunakan untuk sumbu kompor minyak tanah, untuk mengisi aneka bunga yang berasal dari bermacam-macam bahan tekstil seperti: stoking, nylon, tula dan bahan rajutan.
Serat logam lebih banyak digunakan untuk membuat bermacam-macam jenis benang, seperti; benang emas, benang perak, tembaga dan aluminium. Selain itu, ada pula benang logam yang dilapisi dengan plastik.
Apabila benang logam tersebut akan di tenun, sebaiknya di gabung dengan benang dari bahan lain. Hal ini disebabkan benang logam tersebut memiliki sifat kaku dan sukar dipelihara.
Benang logam ini banyak ditemukan pada bahan tekstil seperti;borkat, lame, tenunan songket yang ditemukan diseluruh daerah Indonesia antara lain: songket bali, songket pandai sikek, songket silungkang, songket kubang, songket palembang, songket kalimantan, songket jambi dll.

Sifat Bahan Tekstil

Untuk dapat melakukan pemeliharan bahan tekstil dengan tepat dan benar, terlebih dahulu harus diketahui sifat-sifat dari bahan tersebut:
Katun
Sifat-sifat bahan katun adalah bersifat hidroskopis atau menyerap air, mudah kusut, kenyal, dalam keadaan basah kekutannya bertambah lebih kurang 25%, dapat disetrika dalam temperatur panas yang tinggi, katun lenan tersebut mengandung lilin, oleh sebab itu tidak perlu dikanji. Katun lenan ini tidak tahan chloor. Sementara rayon lebih licin dan mengkilap, tidak menghisap debu dan kotoran, karna kotoran itu melekat hanya pada permukaan bahan saja. Sedangkan sintetis sifatnya tidak jauh berbeda dengan katun lainnya
Wol
Bahan wol memiliki sifat sangat kenyal hingga tidak mudah kusut, bila wol dipanaskan ia akan menjadi lunak karena kenyalnya berkurang. Wol mengikat, panas, karena serabut wol keriting. Udara dalam pori-pori wol bertahan, bila dipakai dapat mengantarkan panas, wol tidak tahan akan nyengat.
Sutera
Bahan sutera memiliki sifat lembut, licin dan berkilap, kenyal dan kuat. Dalam keadaan basah sutera berkurang kekuatannya 15%. Bahan sutera tahan ngenyat, banyak menghisap air dan bila dipergunakan memberi rasa sejuk.
Dacron, Polyester dan Nylon
Bahan tekstil ini apabila dicuci cepat menjadi kering, tidak kusut jadi tidak perlu di setrika, kuat dan tahan lama dipergunakan, lebih tahan panas.
Brokat, Lame dan Songket
Bahan tekstil yang berasal dari brokat, lame dan songket ini mudah berubah warna, tidak mudah kusut, kurang menyerap air, tidak tahan temperatur setrika yang tinggi.
Sumber:
http://dandicka93.blogspot.com/2012/06/jenis-dan-sifat-bahan-tekstil.html
id.wikipedia.org/wiki/Tekstil