1. Akomodasi Kurikulum
Bagaimana
cara melakukan akomodasi kurikulum di sekolah inklusif? Akomodasi kurikulum
yang dapat dilakukan bagi PDBK yang mengikuti pendidikan di sekolah inklusif
adalah melalui modifikasi dan adaptasi kurilkulum.
a. Model Modifikasi
Modifikasi
berarti merubah atau menyesuaikan satu atau beberapa komponen kurikulum dengan
menggunakan standar isi (KI-KD) standar kurikulum nasional. Dalam kaitan dengan
model kurikulum untuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus, maka model
modifikasi berarti cara pengembangan kurikulum, dimana kurikulum umum yang
diberlakukan bagi siswa-siswa reguler dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi,
kebutuhan dan kemampuan siswa berkebutuhan pendidikan khusus.
Dengan
demikian, siswa berkebutuhan pendidikan khusus menjalani kurikulum yang
disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan mereka. Modifikasi dapat
diberlakukan pada empat komponen utama, yaitu tujuan, materi, proses, dan
evaluasi.
1) Modifikasi Tujuan
Modifikasi
tujuan berarti tujuan-tujuan pembelajaran yang ada dalam kurikulum umum dirubah
untuk disesuaikan dengan kondisi siswa berkebutuhan pendidikan khusus. Sebagai
konsekuensi dari modifikasi tujuan siswa berkebutuhan pendidikan khusus, maka
akan memiliki rumusan kompetensi sendiri yang berbeda dengan siswa-siswa
reguler, baik berkaitan dengan standar kompetensi lulusan (SKL), kompetensi
inti (SI, kompetensi dasar (KD) maupun indikatornya.
2) Modifikasi Materi
Modifikasi ini
berarti materi-materi pelajaran yang diberlakukan untuk siswa reguler dirubah
untuk disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan siswa berkebutuhan
pendidikan khusus. Dengan demikian, siswa berkebutuhan pendidikan khusus
mendapatkan sajian materi yang sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan
kemampuannya. Modifikasi materi bisa berkaitan dengan keleluasan, kedalaman dan
kesulitannya berbeda (lebih rendah) daripada materi yang diberikan kepada siswa
reguler.
3) Modifikasi Proses
Modifikasi
proses berarti ada perbedaan dalam kegiatan pembelajaran yang dijalani oleh
siswa berkebutuhan pendidikan khusus dengan yang dialami oleh siswa
pada umumnya. Metode atau
strategi pembelajaran umum yang diberlakukan untuk siswa-siswa reguler tidak
diterapkan untuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus. Jadi, mereka memperoleh
strategi pembelajaran khusus yang sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan
kemampuannya. Modifikasi proses atau kegiatan pembelajaran bisa berkaitan
dengan penggunaan metode mengajar, lingkungan/setting belajar, waktu belajar,
media belajar serta sumber belajar.
4) Modifikasi Evaluasi
Modifikasi
evaluasi, berarti ada perubahan dalam sistem penilaian hasil belajar yang
disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan siswa berkebutuhan
pendidikan khusus. Dengan kata lain siswa berkebutuhan pendidikan khusus
menjalani sistem evaluasi yang berbeda dengan siswa-siswa lainnya. Perubahan
tersebut bisa berkaitan dengan perubahan dalam soal-soal ujian, perubahan dalam
waktu evaluasi, teknik/cara evaluasi, atau tempat evaluasi. Termasuk juga
bagian dari modifikasi evaluasi adalah perubahan dalam kriteria kelulusan,
sistem kenaikan kelas, bentuk rapor, ijasah,Dll.
b. Model Adaptasi
Adaptasi
kurikulum bagi PDBK di sekolah inklusif meruapakan suatu keharusan. Mengingat
bervariasnya kemampuan dan hambatan yang dimiliki oleh PDBK. Adaptasi kurikulum
dilakukan dengan melakukan penyesuaian pada salah satu atau beberapa komponen
kurikulum dan memungkinkan melakukan penyesuaian (menaikkan atau menurunkan)
standar isi (KI dan KD).
Dalam artikel
Toto Yulianto, (2012 : ..), berdasarkan grand
design pendidikan inklusif nasional yang telah disepakati di Palembang
tanggal 27-30 November 2007 bahwa yang menjadi substansi implementasi
pendidikan inklusif adalah adaptasi. Adapun adaptasi itu meliputi kurikulum,
pembelajaran, media dan alat pembelajaran, bahan ajar, penilaian serta
pelaporan hasil belajar.
Untuk melakukan adaptasi kurikulum perlu mempertimbangkan:
1) PDBK dengan kecerdasan rata-rata dapat
menggunakan kurikulum reguler.
2) PDBK dengan kecerdasan di
atas rata-rata (amat cerdas/ IQ ≥ 125) dapat diikutkan program akselerasi.
3) PDBK dengan kecerdasan di
bawah rata-rata (IQ ≤ 90) dapat menggunakan mengadaptasi kurikum reguler sesuai
dengan karakteristik PDBK ABK.
4) Jenis PDBK tertentu
memerlukan program kurikulum plus yaitu program kurikulum tambahan yang
bersifat rehabilitatif-kompensatif dan tidak ada di sekolah reguler.
5) PDBK yang tidak mampu
mengikuti alternatif a), b), c) di atas dapat digunakan program pembelajaran
individual (PPI) dimana kurikulum disusun atas dasar karakteristik PDBK secara
individual. Adapun pola yang dapat diterapkan sebagai berikut:
·
Membuang sebagian standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dianggap
kurang penting bagi kehidupan anak.
·
Membuang
sebagian kompetensi dasar.
·
Menggunakan bagian awal dan membuang di bagian akhir baik pokok bahasan
dan atau sub pokok bahasan.
·
Membuang bagian awal dan menggunakan di bagian akhir baik pokok bahasan
dan atau sub pokok bahasan.
Pengembangan kurikulum model adaptasi dapat
dikembangkan dengan cara:
(1) duplikasi; (2) subtitusi, dan (3) model omisi.
(1) Model Duplikasi
Duplikasi artinya salinan yang serupa benar dengan aslinya. Menyalin
berarti membuat sesuatu menjadi sama atau serupa. Dalam kaitannya dengan model
kuriukulum, duplikasi berarti mengembangkan dan atau memberlakukan kurikulum
untuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus secara sama atau serupa dengan
kurikulum yang digunakan untuk siswa pada umumnya (reguler). Jadi model
duplikasi adalah cara dalam pengembangan kurikulum, dimana siswa-siswa
berkebutuhan pendidikan khusus menggunakan kurikulum yang sama seperti yang
dipakai oleh anak-anak pada umumnya. Model duplikasi dapat diterapkan pada
empat kmponen utama kurikulum, yaitu tujuan, isi, proses dan evaluasi.
(a) Duplikasi Tujuan
Duplikasi
tujuan berarti tujuan-tujuan pembelajaran yang diberlakukan kepada anak-anak
pada umumnya/reguler juga diberlakukan kepada siswa berkebutuhan pendidikan
khusus. Dengan demikian standar komptensi lulusan (SKL) yang diberlakukan untuk
siswa reguler juga diberlakukan untuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus,
Demikian juga Kompetensi inti (KI), kompetensi dasar (KD) dan juga indikator
keberhasilannya
Duplikasi
isi/materi berarti materi-materi pembelajaran yang diberlakukan kepada siswa
pada umumnya/reguler juga diberlakukan sama kepada siswa-siswa berkebutuhan
pendidikan khusus. Siswa berkebutuhan pendidikan khusus memperoleh informasi,
konsep, teori, materi, pokok bahasan atau sub-sub pokok bahasan yang sama
seperti yang disajikan kepada siswa-siswa pada umumnya/ reguler.
(c) Duplikasi proses
Duplikasi
proses berarti siswa berkebutuhan pendidikan khusus menjalani kegiatan atau
pengalaman belajar mengajar yang sama seperti yang diberlakukan kepada
siswa-siswa pada umumnya/reguler. Duplikasi proses bisa berarti kesamaan dalam
metode mengajar, lingkung -an/setting belajar, waktu belajar penggunaan media
belajar dan atau sumber belajar.
(d) Duplikasi Evaluasi
Duplikasi
evaluasi berarti siswa berkebutuhan pendidikan khusus menjalani evaluasi atau penilaian
yang sama seperti yang diberlakukan kepada siswa-siswa pada umumnya/reguler.
Duplikasi evaluasi bisa berarti kesamaan dalam soal-soal ujian, kesamaan dalam
waktu evaluasi, teknik/cara evaluasi, atau kesamaan dalam tempat atau
lingkungan dimana evaluasi dilaksanakan.
(2) Subtitusi
Subtitusi
berarti mengganti. Dalam kaitannya dengan model kurikulum, maka substansi
berarti mengganti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum dengan sesuatu yang
lain. Penggantian dilakukan karena hal tersebut tidak mungkin dilakukan oleh
siswa berkebutuhan pendidikan khusus, tetapi masih bisa diganti dengan hal lain
yang sebobot dengan yang digantikan. Model substansi bisa terjadi dalam hal
tujuan pembelajaran, materi, proses maupun evaluasi.
(3) Model Omisi
Omisi berarti
menghapus/menghilangkan. Dalam kaitan dengan model kurikulum, omisi berarti
upaya untuk menghapus/menghilangkan sesuatu, baik sebagian atau keseluruhan
dari kurikulum umum, karena hal tersebut tidak mungkin diberikaan kepada siswa
berkebutuhan pendidikan khusus.
Dengan kata
lain, omisi berarti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum tetapi tidak
disampaikan atau tidak diberikan kepada siswa berkebutuhan pendidikan khusus,
karena sifatnya terlalu sulit atau mampu dilakukan oleh siswa berkebutuhan
pendidikan khusus. Bedanya dengan substitusi adalah jika dalam substitusi ada
materi pengganti yang
sebobot, sedangkan dalam model omisi tidak ada materi pengganti.
1) Adaptasi Pembelajaran
Variabel
penting dalam pembelajaran, adalah: a) kondisi pembelajaran, b) metode
pembelajaran, dan c) hasil pembelajaran.
Kondisi pembelajaran
berkaitan dengan tujuan pembelajaran, karakteristik mata pelajaran, kendala,
dan karakteristik peserta didik. Adaptasi yang dapat dilakuan adalah sebagai
berikut:
a) Mengambil standar kompetensi
dan kompetensi dasar yang sama dengan kurikulum baku (reguler maupun SLB) namun
menurunkan indikator (mengambil sebagian indikator).
b) Mengambil standar
kompetensi yang sama dengan kurikulum reguler dan merumuskan sendiri standar
kompetensinya.
2) Adaptasi materi pelajaran
Tidak
semua mata pelajaran dan atau materi pelajaran membutuhkan adaptasi. Hanya mata
pelajaran dan atau meteri pelajaran yang menimbulkan kesulitan sebagai akibat
langsung dari kelainannya yang membutuhkan adaptasi. Sebagai contoh dapat
disajikan hal-hal sebagai berikut :
Anak
tunanetra memiliki keterbatasan dalam persepsi visual, sehingga pelajaran
menggambar dapat diadaptasi dengan pelajaran ekpresi lain berkaitan dengan
nilai seni. Kemudian materi pelajaran yang banyak membutuhkan fungsi visual
diadaptasi dengan pemanfaatan indra pendengaran, taktual, penciuman serta indra
lain non visual. Kebanyakan tunanetra kesulitan dalam pembentukan konsep
global, mereka memulai pengertian dengan diawali pembentukan konsep detail per
detail baru kemudian global.
Anak
tunarungu/wicara memiliki keterbatasan dalam persepsi bunyi dan irama, dengan
aktivitas bina wicara mereka masih mampu berbicara secara terbatas sekalipun
mereka tidak dapat mendengar terhadap apa yang mereka sendiri ungkapkan. Materi
pelajaran sebaiknya disajikan dalam bentuk gambar-gambar, terutama dalam
pembentukan konsep yang berurutan. Hindarkan kata-kata yang belum dikenal anak,
kecuali kata yang sukar tersebut sebagai upaya untuk menambah kekayaan bahasa
mereka. Pertanyaan/ soal hendaknya ringkas/ pendek tetapi cukup representatif.
Anak tunagrahita, kesulitan yang amat menonjol
adalah fungsi kognisi dan bahkan bila tingkat ketunagrahitaannya berat juga
fungsi aspek lain mengalami kelainan. Sebagai contoh bila anak itu mengalami
lamban belajar bila dibanding dengan teman rata-rata lain dapat hal-hal sebagai
berikut:
·
Materi disajikan dalam bobot yang berbeda dengan teman rata-rata lain.
Sekalipun dalam satu tujuan pembelajaran yang sama atau dengan kata lain
penyederhanaan materi pelajaran sehingga sesuai dengan tingkat kemampuan anak.
·
Materi disajikan dengan pendekatan konseptual, maksudnya sebelum anak
dituntut untuk menguasai pengertian secara abstrak harus didahului dengan
penanaman konsep secara kongkrit dan berulang-ulang.
· Adaptasi materi pelajaran hanya dilakukan terhadap materi-materi yang menimbulkan kesulitan anak.
Bila dalam
kelas terdapat peserta didik gifted, maka materi pembelajaran harus
dikembangkan/diperkaya secara horisontal dengan bobot yang lebih sulit.
Percepatan (akselerasi) penyajian materi secara vertikal dimungkinkan dengan
menaikkan kelas yang lebih tinggi yang tidak perlu menunggu pada akhir tahun
pelajaran. Pendidik dalam pembelajaran terhadap anak ini hanya bertindak
sebagai fasilitator. Perlu diperhatikan bahwa usia sosial dan emosinya
sebenarnya masih sama dengan perkembangan emosi dan sosial anak rata-rata, dan
hanya perkembangan kognisinya yang lebih cepat bila dibanding dengan anak
seusianya.
Anak dengan
variabel ketunaan yang lain misalnya tunadaksa dengan kondisi tanpa kaki/ polio
pada kedua kaki tentu tidak dibutuhkan adaptasi materi pelajaran.
Untuk
menghadapi berbagai kendala perlu adaptasi media, alat dan bahan ajar.Telah
banyak diciptakan alat-alat dari hasil adaptasi yang khusus dipergunakan untuk
anak dengan kebutuhan khusus. Adaptasi tersebut telah dirasakan manfaatnya oleh
mereka yang menggunakan. Komputer untuk tunanetra yang dilengkapi dengan screen reader (komputer bicara), kalkulator bicara, mount botten, laser
can untuk membantu tunanetra berjalan dll. Alat bantu dengar untuk anak
tunarungu/wicara.
Adaptasi
sarana/ alat pelajaran/ alat peraga dalam hal ini adalah adaptasi yang setiap
saat dapat melakukan pendidik dalam pembelajaran di kelas. Melalui adaptasi tersebut
anak dengan kebutuhan khusus dapat melakukan/merasakan/ mengamati seperti apa
yang dilakukan oleh anak-anak lain. Di bawah ini beberapa
contoh yang mungkin dapat
diterapkan dalam pembelajaran untuk adaptasi bahan ajar:
·
Untuk peserta didik tunanetra dapat bahan ajar diadaptasi dengan buku
braille, buku bicara, buku digital, dll.
·
Untuk peserta didik tunarungu dapat disertai gambar/ visualisasi yang
dapat mewakili narasi/ teks.
·
Dalam mempelajari bangun geometri anak tunanetra harus mempelajari benda
asli/ model/ setidaknya gambar timbul, sehinga anak tunanetra dapat meraba,
begitu pula mempelajari peta suatu wilyah juga harus berupa peta timbul.Anak
lamban belajar menulis harus dilihat kasus demi kasus. Mungkin tulisannya
jelek, tidak dapat membedakan antara huruf-huruf tertentu, menulisnya lamban.
·
Anak autis perlu meja khusus yaitu meja yang tidak menjadikan anak
banyak bergerak.
·
Anak polio (kursi roda) diperlukan kursi dan meja yang dapat dijangkau
(diturunkan) dan ruang yang cukup untuk menempatkan kursi roda.
·
Penempatan sarana dan alat/ buku-buku mudah dijangkau untuk semua anak.
Berikut ini contoh silabus yang telah mengalami akomodasi kurikulum.
Berdasarkan
uraian di atas, memunculkan pertanyaan sebagai berikut; Apakah tujuan
pembelajaran yang akan diberlakukan bagi PDBK sama dengan peserta didik
lainnya?
Dari pertanyaan di atas maka jawaban yang dapat dikemukakan adalah:
Ada kemungkinan bahwa
tujuan pembelajaran disamakan (duplikasi), tetapi materinya harus
dimodifikasikan. Kemungkinan lain adalah bahwa tujuan pembelajaran perlu
dimodifikasi, materi juga perlu dimodifikasi, tetapi prosesnya disamakan.
1) Ada kemungkinan bahwa baik
tujuan pembelajaran, materi, proses dan juga evaluasinya harus dimodifikasi.
2) Modifikasi atau tidaknya
suatu komponen sangat tergantung kepada kondisi, sifat atau kadar dari komponen
tersebut serta tingkat hambatan yang dialami siswa berkebutuhan pendidikan
khusus.
3) Semakin berat tujuan atau
materi pembelajaran yang ada, semakin perlu untuk dimodifikasikan, dan semakin
berat hambatan intelektual siswa, juga semakin perlu dilakukan modifikasi.
Kurikulum
untuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus pada dasar bervariasi sesuai dengan
jenis hambatan yang dialami oleh siswa yang berssangkutan. Setiap jenis
hambatan (kelainan) membutuhkan model kurikulum yang berbeda. Namun demikian,
kategorisasi kurikulum bagi siswa berkebutuhan pendidikan khusus dalam setting
inklusif dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yakni:
1) Kurikulum bagi PDBK yang tidak mengalami
hambatan kecerdasan.
2) Kurikulum bagi PDBK yang mengalami hambatan
kecerdasan.
1) Kurikulum bagi PDBK yang
tidak mengalami hambatan kecerdasan.
Peserta didik berkebutuhan khusus yang tidak mengalami hambatan kecerdasan, seperti anak tunanetra, tunarungu, tunadaksa, dll. membutuhkan sedikit modifikasi dalam pembelajaran. Tujuan dan materi pembelajaran umumnya tidak mengalami perubahan, demikian dengan evaluasinya. Mereka biasanya lebih banyak membutuhkan modifikasi dalam proses pembelajaran yakni berkaitan dengan cara dan media dalam penyajian informasi. Kecenderungan model kurikulum untuk mereka dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:
2) Kurikulum bagi PDBK yang mengalami hambatan kecerdasan
Peserta didik berkebutuhan pendidikan khusus yang mengalami hambatan kecerdasan seperti anak tunagrahita dan anak yang mengalami kelainan lain yang disertai dengan hambatan kecerdasan, biasanya membutuhkan modifikasi hampir pada semua komponen pembelajaran.
Tujuan pembelajaran harus dimodifikasi, sama halnya dengan materi, proses dan pelaksanaan evaluasinya. Kecenderungan model kurikulum untuk PDBK yang mengalami hambatan kecerdsan dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut:
Berikut ini contoh matrik modifikasi indikator, kompetensi dasar dan materi yang dapat dilakukan untuk modifikasi kurikulum PDBK di sekolah inklusif.
EmoticonEmoticon